Belakangan, saya mulai mencandui Kompasiana dan Medium Apps.
Platform ini seperti berkumpulnya para penulis keren dan sedang berkonspirasi
menggiring saya untuk terus membaca dan membaca tulisan mereka. Ada banyak
perspektif yang diulas. Hal-hal yang selama ini barangkali menurut kita sepele,
bisa disuguhkan menjadi opini yang bernutrisi.
Pada tab halaman awal Chrome komputer saya, sudah bertengger
dua situs keren ini, Kompasiana dan Medium, siap di-klik sebagai bentuk sapaan
si PC ke saya di tiap pagi kantor. Pun ketika menggenggam si gadget, jari saya
sering otomatis membuka apps Medium tanpa aba-aba.
Sayangnya, terkadang sang waktu tidak begitu akrab dengan
mereka. Tulisan keren selalu bermunculan di saat ada pekerjaan yang harus
diselesaikan. Biasanya, sebelum menunda membaca opini subjektif di dua platform
ini, saya membuka tab-tab hingga belasan tab, agar jika nanti ada luang
curi-curi waktu, saya bisa baca tab demi tab yang sudah dibuka yang berisi
tulisan-tulisan yang sudah rapih terhidang. Dan khusus di aplikasi Medium, ada
fitur penanda (bookmark) agar bisa ditandai sebagai tulisan yang akan dibaca di
lain waktu. Sebuah kemudahan di era digital seolah mereka tahu persis, bahwa
pembaca terkadang harus menunda untuk baca-baca karena satu dan lain hal.
Sampai pada durasi membaca-pun di apps Medium bisa tahu,
Medium menganalisa berapa panjang tulisan dan menyimpulkan berapa lama durasi
artikel itu dibaca dalam kecepatan normanl, sehingga sebelum kita memulai
mengeja-eja tulisan sampai habis, kita bisa meramalkan, dengan waktu yang
tertera apakah kita cukup waktu untuk membaca tulisan ini, atau kita tunda saja
dan menunggu waktu-waktu santai tiba, agar kita tidak terputus-putus jika sudah
memulai membacanya.
Soal konten kekinian, saya lebih suka Kompasiana. Ada banyak
penulis-penulis yang sangat lihai menemukan celah perspektif. Apa yang menurut
kita sepele bisa diulas menjadi vitamin otak alias nutrisi. Apa yang jarang
kita memikirkan hal itu, ada aja penulis yang mengulasnya. Suasana seperti ini,
sebagai bukti, bahwa tentang literasi di negeri ini, masih ada banyak harapan
jika kita ingin berbicara perkembangan dan kemajuan.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar